PRAKTIKUM ANATOMI
FISIOLOGI MANUSIA
FISIOLOGI MANUSIA
SEDIAAN APUS DARAH
Nama
Kelompok 3 :
Cahya
Aulia
Eka
Fitri Andriani
Musfiroh
Nina
Kurniawati
Ni
Made Yulianda
KELAS
: 2K
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
FARMASI DAN SAINS
UNIVEARSITAS
MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah merupakan suatu suspensi sel dan fragmen sitoplasma yang dapat
dianggap sebagai jaringan pengikat dalam arti luas, karena pada dasarnya
terdiri atas unsur-unsur sel dan substansi interseluler yang
berbentuk plasma. Fungsi utama dari darah adalah mengangkut oksigen
yang diperlukan oleh sel-sel diseluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan
tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisametabolisme, dan mengandung
berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuanmempertahankan tubuh dari
berbagai penyakit.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen
sampai merah tuaapabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan
oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein), yang terdapat
dalam eritrosit dan mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan
tempat terikatnya molekul-molekul oksigen. Darah jugamengangkut bahan bahan
sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati
untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.
Pada manusia umumnya memiliki volume darah sebanyak kurang lebih 5 liter
dengan unsur-unsur pembentuknya yaitu sel-sel darah, platelet, dan plasma. Sel
darah terdiri dari eritrosit danleukosit, platelet yang merupakan trombosit
atau keping darah, sedangkan plasma darah padadasarnya adalah larutan air yang
mengandung :Air (90%)Zat terlarut (10%) yang terdiri dari :- Protein plasma
(albumin, globulin, fibrinogen) 7%- Senyawa Organik (As. Amino, glukosa,
vitamin, lemak) 2.1%- Garam organik (sodium, pottasium, calcium) 0.9%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Sel darah pada umumnya dikenal ada tiga tipe yaitu: eritrosit, lekosit dan
trombosit. Eritrosit manusia dalam keadaan normal berbentuk cakram bulat
bikonkaf dengan diameter 7,2 µm tanpa inti, lebih dari separoh komposisi
eritrosit terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi koloidal
padat. Sel ni bersifat elastis dan lunak. Lekosit (sel darah putih) terdapat
pada bagian pinggir sel darah, lekosit ini dibagi menjadi dua yaitu granulosit
dan agranulosit.
Granulosit terbagi menjadi tiga yaitu Netrofil (terbanyak) berbentuk bulat
dengan diameter 10-12 µm, Eosinofil yang strukturnya lebih besar daripada
netrofil (10-15 µm) dan Basofil (paling sedikit) dengan ukuran hampir sama
dengan netrofil tetapi basofil sangat sulit ditemukan. Agranulosit dibagi
menjadi dua yaitu Limfosit yang mempunyai ukuran yang bevariasi, inti bulat
sitoplasma mengelilingi inti seperti cincin dan berperan penting dalam imunitas
tubuh, dan Monosit (sel lekosit terbesar), intinya berbentuk oval kadang
terlipat-lipat dapat bergerak dengan membentuk pseudopodia. Tipe ketiga yaitu
Trombosit (disebut juga keping darah), berbentuk sebagai keping-keping
sitoplasma lengkap dengan membran yang mengelilinginya, Trombosit terdapat
khusus pada sel darah mammalia.
Untuk melihat struktur sel-sel darah dengan mikroskop cahaya pada umumnya
dibuat sediaan apus darah. Sediaan apus darah ini tidak hanya digunakan untuk mempelajari sel darah tapi juga digunakan
untuk menghitung perbandingan jumlah masing-masing sel darah. Pembuatan
preparat apus darah ini menggunakan suatu metode yang disebut metode oles
(metode smear) yangmerupakan suatu sediaan dengan jalan mengoles atau membuat
selaput (film) dan substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas
benda yang bersih dan bebas lemak untuk kemudian difiksasi, diwarnai dan
ditutup dengan gelas penutup (Handari, 2003).
Film darah (sediaan oles) dapat diwarnai dengan berbagai macam metode
termasuk larutan-larutan yang sederhana antara lain: pewarnaan Giemsa,
pewarnaan acid fast, pewarnaan garam, pewarnaan wright, dan lain-lain.Pewarnaan
Giemsa disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak digunakan
untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan
juga untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, Plasmodia
danlain-lain dari golongan protozoa.
Beberapa
langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan preparat dengan metode smear
sebagai berikut:
1. Ketebalan
film
2. Film
difiksasi agar melekat erat pada gelas benda sehingga yakin bahwa sel-sel di
dalamnya strkturnya tetap normal
3. Memberi
warna (pewarnaan)
4. Menutup
dengan gelas penutup
Pewarnaan Giemsa
disebut juga pewarnaaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyk digunakan untuk
mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel-sel sumsum dan juga
untuk mengidentifikasi parasit-parasit darah misal Tripanosoma, psedopodia dan
lain-lain dari golongan protozoa.
Hasil pewarnaan
dengan giemsa pada darah manusia akan
memperlihatkan eritrosit berwarna merah muda, nukleolus lekosit berwarna
ungu keniru-biruan, sitoplasma lekosit berwarna sangat ungu muda, granula dari
lekosit eosinofil berwarna ungu tua, granula dari lekosit netrofil dan lekosit
basofil berwarna ungu
BAB
III
METODOLOGI PRAKTIKUM
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan
pada hari Kamis, tanggal 30 Mei 2013,
pukul 13.00 – 15.20 WIB, dan bertempat di Laboratorium Anatomi Fisiologi
Manusia, Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
B.
Alat
Alat yang digunakan untuk praktikum ini adalah :
1.
Objek glass
2.
Lanset
3.
Alkohol swab
C.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah :
1.
Darah
2.
Pulasan giemsa
D.
Prosedur
Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum kali
ini adalah, sebagai berikut :
1.
Letakkan sediaan
yang akan dipulas diatas objek glass
2.
Ratakan
menggunakan objek glass yang lain hingga rata dan tidak ada udara
3.
Diamkan darah
hingga kering
4.
Teteskan dengan
pulasan giemsa , diamkan hingga kering
5.
Lihat darah
dibawah mikroskop
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Pulasan
|
Trombosit
|
Eritrosit
|
Leukosit
|
Pulasan giemsa
|
Jumlah
Normal dewasa:
150.000-400.000/mm³
Normal anak-anak :
150.000-450.000/mm³
|
Normal
Laki-laki : 5.000.000-6.000.000/ml
Wanita :
4.000.000-5.000.000/ml
|
Normal
5.000-10.000
|
|
Bentuk :
Tidak beraturan,tidak berinti dan
diameter kecil
|
Bentuk :
Tidak berinti dan bikonkaf
|
Bentuk :
Tidak berwarna dan memiliki inti
|
|
Gambar :
|
Gambar :
|
Gambar :
|
B.
Pembahasan
Darah adalah sejenis jaringan ikat yang sel-selnya
(elemen pembentuk) tertahan dan dibawa dalam matriks cairan (plasma). Darah
lebih berat dibandingkan air dan lebih kental. Cairan ini memiliki rasa dan bau
yang khas, serta pH 7,4 (7,35-7,45). Warna darah bervariasi dari merah terang
sampai merah tua kebiruan, bergantung pada kadar oksigen yang dibawa sel darah
merah (Sloane, 2003).
Volume darah total sekitar 5 liter pada laki-laki
dewasa berukuran rata-rata dan kurang sedikit pada perempuan dewasa. Volume ini
bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik dengan jumlah jaringan
adiposa dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi sesuai perubahan cairan darah
dan konsentrasi elektrolitnya (Sloane, 2003).
Lebih dari separuh bagian dari darah merupakan
cairan (plasma), yang sebagian besar mengandung garam-garam terlarut dan
protein. Protein utama dalam plasma adalah albumin. Protein lainnya adalah
antibodi (imunoglobulin) dan protein pembekuan. Plasma juga mengandung
hormon-hormon, elektrolit, lemak, gula, mineral dan vitamin. Selain menyalurkan
sel-sel darah, plasma juga:
1. Merupakan
cadangan air untuk tubuh
2. Mencegah
mengkerutnya dan tersumbatnya pembuluh darah
3. Membantu
mempertahankan tekanan darah dan sirkulasi ke seluruh tubuh.
Bahkan yang lebih penting, antibodi dalam plasma
melindungi tubuh melawan bahan-bahan asing (misalnya virus, bakteri, jamur dan
sel-sel kanker), ketika protein pembekuan mengendalikan perdarahan. Selain
menyalurkan hormon dan mengatur efeknya, plasma juga mendinginkan dan
menghangatkan tubuh sesuai dengan kebutuhan (Sherwood,2002).
Pada dasarnya darah memiliki tiga fungsi utama yaitu
membantu pengangkutan zat-zat makanan,
perlindungan atau proteksi dari benda asing, dan mengatur regulasi kandungan
air jaringan, pengaturan suhu tubuh, dan pengaturan pH. Terdapat tiga macam
unsur seluler darah, yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit.
1. Sel darah merah (eritrosit).
Menurut
Sloane (2003), eritrosit merupakan diskus bikonkaf, bentuknya bulat dengan
lekukan pada sentralnya dan berdiameter 7,65 µm. Eritrosit terbungkus dalam
membran sel dengan permeabilitas tinggi. Membran ini elastis dan fleksibel,
sehingga memungkinkan eritrosit menembus kapiler (pembuluh darah terkecil).
Setiap eritrosit mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, sejenis pigmen
pernapasan yang mengikat oksigen. Volume hemoglobin mencapai sepertiga volume
sel.
Eritrosit merupakan sel yang paling banyak
dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh
dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan
bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah
dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
2. Sel darah putih (leukosit)
Jumlahnya lebih sedikit, dengan perbandingan sekitar
1 sel darah putih untuk setiap 660 sel darah merah. Terdapat 5 jenis utama dari
sel darah putih yang bekerja sama untuk membangun mekanisme utama tubuh dalam
melawan infeksi, termasuk menghasilkan antibodi. Dibedakan berdasarkan ukuran,
bentuk nukleus, dan ada tidaknya granula sitoplasma. Sel yang memiliki granula
sitoplasma disebut granulosit sedangkan sel tanpa granula disebut agranulosit.
a. Granulosit
1) Neutrofil
Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang
mengandung granul-granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu
melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing
sisa-sisa peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita
(imatur, belum matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang).
Menurut Sloane (2003), neutrofil memiliki granula
kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga sampai
lima lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai
9 µm samapai 12 µm.
2) Eosinofil
Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan
besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus
dua, dan berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik lemah.
Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan
berkurang selama stress berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh
parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi.
3) Basofil
Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar
yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta
memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm.
Basofil juga berperan dalam respon alergi. Sel ini mengandung histamin.
b. Agranulosit
1) Limfosit
Limfosit merupakan sel utama pada sistem getah
bening yang berbentuk sferis, berukuran yang relatif lebih kecil daripada
makrofag dan neutrofil. Selain itu, limfosit bergaris tengah 6-8 µm, 20-30%
dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif besar, bulat sedikit cekung
pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan basofilik dan azurofiliknya
sedikit. Limfosit-limfosit dapat digolongkan berdasarkan asal, struktur halus,
surface markers yang berkaitan dengan sifat imunologisnya, siklus hidup dan
fungsi (Efendi, 2003).
Limfosit dibagi ke dalam 2 kelompok utama (Farieh,
2008):
1. Limfosit
B berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma,
yang menghasilkan antibodi
2. Limfosit
T terbentuk jika sel stem dari sumsum tulang pindah ke kelenjar thymus, dimana
mereka mengalami pembelahan dan pematangan.
Di dalam kelenjar thymus, limfosit T belajar
membedakan mana benda asing dan mana bukan benda asing. Limfosit T dewasa
meninggalkan kelenjar thymus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan
berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan.
2) Monosit
Monosit merupakan sel leukosit yang besar 3-8% dari
jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering
diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan
yang dalam berbentuk tapal kuda. Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan wrigh
berupa bim abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan lisosom primer,
lebih banyak tapi lebih kecil. Ditemui retikulim endoplasma sedikit. Juga
ribosom, pliribosom sedikit, banyak mitokondria. Apa ratus Golgi berkembang
dengan baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah identasi inti.
Monosit terdapat dalam darah, jaringan ikat dan rongga tubuh. Monosit tergolong
fagositik mononuclear (system retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat
reseptor pada permukaan membrannya. Untuk imunoglobulin dan komplemen (Efendi,
2003).
·
65%
Neutrofil berhubungan
dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil
lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi
bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan
adanya nanah.
·
4%
Eosinofil
terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian meningkatnya
eosinofil menandakan banyaknya parasit.
·
<1%
Basofil terutama
bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan
mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
·
25%
Limfosit lebih umum
dalam sistem limfa. Darah mempunyai tiga jenis limfosit:
·
Ø Sel
B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu menghancurkannya. (Sel B
tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat patogen, tapi setelah adanya
serangan, beberapa sel B akan mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan
antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.
Ø Sel
T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam
infeksi HIV) sarta penting untuk menahan bakteri intraseluler. CD8+
(sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.
Ø Sel
natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat membunuh sel
tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah
terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.
·
6%
Monosit membagi fungsi
"pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil, tetapi lebih jauh dia
hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga
patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat membuat tanggapan
antibodi untuk menjaga.
Monosit dikenal juga sebagai makrofag setelah dia
meninggalkan aliran darah serta masuk ke dalam jaringan.
3. Platelet (trombosit).
Merupakan paritikel yang menyerupai sel, dengan
ukuran lebih kecil daripada sel darah merah atau sel darah putih. Sebagai
bagian dari mekanisme perlindungan darah untuk menghentikan perdarahan,
trombosit berkumpul dapa daerah yang mengalami perdarahan dan mengalami
pengaktivan. Setelah mengalami pengaktivan, trombosit akan melekat satu sama
lain dan menggumpal untuk membentuk sumbatan yang membantu menutup pembuluh
darah dan menghentikan perdarahan. Pada saat yang sama, trombosit melepaskan
bahan yang membantu mempermudah pembekuan (Junquiera,1997)).
Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang
digunakan untuk menilai berbagai unsure sel darah tepi, seperti eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi
adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang
dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang terbaik merupaka syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
pemeriksaan yang baik.
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar
yang berasal dari kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang
disimpan tanpa difiksasi terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan
segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski,
seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa (Murtiati dkk,
2010).
Praktikum mengenai sediaan apus darah kali ini
bertujuan untuk mengamati dan menilai berbagai unsure sel darah pada manusia
seperti sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping
darah (trombosit). Berdasarkan Murtiati, dkk (2010), sediaan apus darah juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria,
microfilaria, dan lain-lain. Namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan
pengamatan untuk mengetahui deskripsi bentuk dari berbagai sel darah dan menilai
persentase sel darah yang teramati.
Sediaan apus darah dilakukan dengan menggunakan
bahan darah segar yang berasal dari kapiler atau vena OP. OP pada praktikum ini
adalah nurhayati. Pertama praktikan mengambil darah dari ujung jari telunjuk
tangan kiri menggunakan blood lancet atau slat suntik kemudian mencampurkannya
dengan EDTA supaya tidak cepat membeku. Setelah itu praktikan menaruhnya ke
kaca objek. Kemudian menyentuhkan kaca penutup ke tetesan darah hingga darah
melebar. Selanjutnya membentuk sudut 30-400 dengan kaca penutup, lalu
digerakkan ke kiri membentuk apusan darah yang tidak terlalu tipis ataupun
terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat pengamatan di bawah mikroskop
akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.
Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan
tipis), maka membiarkannya hingga kering, setelah itu meneteskan metanol ke
atas sediaan hingga bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya dan
membiarkannya selama 5 menit. Fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah
sehingga darah tidak hilang saat diamati. Selanjutnya sediaan diteteskan dengan
giemsa yang telah diencerkan dengan air dan membiarkannya selama 20 menit dan
membilasnya dengan air dan mengeringkannya. Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai
darah sehingga mudah dibedakan dan dapat terlihat jelas saat diamati. Waktu
perendaman ini sebaiknya jangan terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat
akibat pewarnaan yang terlalu pekat.
Selanjutnya setelah sediaan apus darah telah
selesai, maka dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa
sediaan apus darah. Sebelum pengamatan sediaan apus darah diteteskan minyak
emersi terlebih dahulu, tujuan pemberian minyak emersi ini yaitu untuk mencegah
kerusakan pada mikroskop. Dengan perbesaran lemah (100x), praktikan hanya
melihat bulat-bulat kecil yang sangat banyak dan belum terlihat jelas perbedaan
antara leukosit, eritrosit dan trombosit.
Setelah menggunakan pembesaran 400x, praktikan
menemukan ukuran eritrosit yang kecil , berbentuk bulat bikonkaf tidak berinti,
dan berwarna ungu bening. Warna ungu ini akibat pewarnaan dengan giemsa,
sehingga warna darah yang semula merah, setelah diamati di mikroskop berubah
menjadi ungu. Hal ini sesuai dengan literatur yaitu eritrosit berbentuk cakram
bikonkaf atau cakram pipih, sel tidak berinti dan tidak punya organel seperti
sel-sel lain. Eritrosit berukuran sekitar 7,5µm dan bagian pusat lebih tipis
dan lebih terang dari bagian tepinya. Selain itu, eritrosit mengandung
hemoglobin yang berfungsi untuk mentransport O2 (Dikaamelia, 2008).
Pembentukan eritrosit atau eritropoiesis terjadi di
sumsum merah yang terletak pada tulang belakang, sternum (tulang dada), tulang
rusuk, tengkorak, tulang belikat, tulang panggul serta tulang-tulang anggota
badan (kaki dan tangan). Eritrosit berumur pendek. Tidak adanya inti pada
eritrosit menyebabkan eritrosit tidak mampu mensintesis protein untuk tumbuh,
atau untuk memperbanyak diri (Dikaamelia, 2008). Namun dengan tidak adanya inti
pada eritrosit dan dengan bentuk yang berupa bikonkaf maka eritrosit memiliki
kemampuan yang optimal dalam mengikat oksigen sehingga kebutuhan akan oksigen
menjadi terpenuhi. Itu sebabnya apabila seseorang menderita penyakit sel sabit,
yaitu penyakit yang disebabkan karena struktur eritrositnya berbentuk seperti
bulan sabit, memiliki kemampuan mengikat oksigen yang lebih sedikit sehingga
membuat penderita menjadi anemia dan lemah.
Pada pengamatan di praktikum ini tidak ditemukan
eritrosit yang berbentuk selain bikonkaf, itu artinya OP tidak menderita
kelainan struktur eritrosit. Kelainan pada struktur eritrosit dapat disebabkan
karena faktor genetika ataupun lingkungan.
Kemudian didapatkan beberapa jenis leukosit, namun
praktikan tidak mampu mengidentifikasinya apakah termasuk basofil, eosinofil, batang,
neutrofil, limfosit ataupun monosit. Hal tersebut karena keterbatasan
pembesaran pada mikroskop yang digunakan sehingga tidak dapat terlihat dengan
jelas bentuk dari inti sel leukosit tersebut. Penggolongan leukisit menjadi 5
macam merupakan penggolongan berdasarkan ukuran sel, bentuk nukleus, da ada
tidaknya granula sitoplasma sehingga perlu pengamatan yang lebih teliti dan
perbesaran mikroskop yang baik serta dapat pula dibantu dengan menggunakan
minyak emersi.
Berdasarkan referensi, sel neutrofil memiliki
granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya. Nukleusnya memiliki tiga
sampai lima lobus yang terhubungkan dengan benang kromatin tipis. Diameternya
mencapai 9 µm samapai 12 µm. Sel eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus
berlobus dua, dan berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik
lemah. Sedangkan basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang
bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta
memperlihatkan nukleus berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm
(Sloane, 2003).
Untuk kelompok leukosit yang merupakan agranulosit
yaitu lomfosit dan monosit, diperoleh data berdasarkan refernsi bahwa limfosit
bergaris tengah 6-8 µm, 20-30% dari leukosit darah, memiliki inti yang relatif
besar, bulat sedikit cekung pada satu sisi. Sitoplasmanya sedikit dan kandungan
basofilik dan azurofiliknya sedikit (Efendi, 2003). Sedangkan monosit merupakan
sel leukosit yang besar 3-8% dari jumlah leukosit normal, diameter 9-10 um tapi
pada sediaan darah kering diameter mencapai 20 µm atau lebih. Inti biasanya
eksentris, adanya lekukan yang dalam berbentuk tapal kuda (Efendi, 2003).
Menurut referensi yang kami peroleh, jenis sel darah
putih yang paling banyak adalah netrofil dengan presentase sebesar 50-70 %,
sedangkan yang paling sedikit adalah basofil, yaitu 0,1-0,4 %.
Monosit
berfungsi untuk membunuh bakteri, fungsi monosit ini sama dengan neutrofil,
hanya jumlahnya saja yang berbeda. Jumlah monosit yang tinggi menunujukkan
disel sedang terjadi infeksi. Berdasarkan pengamatan, jumlah monsit sedikit,
sehingga neutrofilpun kurang aktif dalam merespon perusakan jaringan. Dengan
kata lain, jumlah neutrofil dalam darah yang seharusnya mempunyai kadar/jumlah
yang tinggi dalam darah menjadi menurun jumlahnya. Limfosit berfungsi sebagai
elemen kunci dalam respon kekebalan tubuh. Kadar limfosit yang banyak diduga
karena sedikitnya jumlah neutofil dalam darah. Sehingga untuk mempertahankan
kekebalan tubuh, maka limfositlah yang bekerja secara aktif.
Neutrofil berhubungan dengan
pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil
lainnya, serta biasanya juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi
bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan
adanya nanah. Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan
demikian meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit. Basofil terutama
bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi antigen dengan jalan mengeluarkan
histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
Limfosit lebih umum dalam sistem limfa. Darah
mempunyai tiga jenis limfosit yaitu Sel B membuat antibodi yang mengikat
patogen lalu menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat
mengikat patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan
mempertahankan kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem
'memori'). Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan (yang bertahan dalam infeksi
) serta penting untuk menahan bakteri intraseluler. Sel natural killer
merupakan sel pembunuh alami (natural killer, NK) yang dapat membunuh sel tubuh
yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh dibunuh karena telah
terinfeksi atau telah menjadi kanker.
Sedangkan trombosit yang teramati yaitu trombosit
berukuran sangat kecil terlihat seperti titik atau bercak yang berada di luar
sel dan berwarna ungu. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
trombosit adalah sel darah tak berinti, berbentuk cakram dengan diameter 1 - 4
mikrometer dan volume 7 – 8 fl.. Nilai normal trombosit bervariasi sesuai
metode yang dipakai. Jumlah trombosit normal menurut Deacie adalah 150 – 400 x
109 / L. Bila dipakai metode Rees Ecker nilai normal trombosit 140 – 340 x 109/
L, dengan menggunakan Coulter Counter harga normal 150 – 350 x 109/L.
Dari ketiga
macam sel darah yang teramati diperoleh persentasenya yaitu eritrosit sebanyak
70% dari lapang pandang yang diamati, leukosit sebanyak 10% dan trombosit
sebanyak 20%. Berdasarkan referensi juga disebutkan bahwa persentase sel darah
merah (eritrosit) pada tubuh merupakan yang paling besar. Sedangkan leukosit
memiliki jumlah yang lebih sedikit daripada sel eritrosit. Dalam Sloane (2003),
disebutkan bahwa jumlah eritrosit pada laki-laki sehat mencapai 4,2 hingga 5,5
juta sel per mm3 dan sekitar 3,2 hingga 5,2 juta per mm3 pada wanita sehat,
sedangkan jumlah normal leukosit adalah 7000 sampai 9000 per mm3 dan trombosit
berjumlah 250.000 sampai 400.000 per mm3. Hal tersebut sesuai dengan hasil
pengamatan yaitu jumlah eritrosit > trombosit > leukosit. Meskipun
berjumlah paling sedikit dari ketiga sel darah yang ada, fungsi leukosit pada
tubuh sangat penting, dimana dalam keadaan sakit atau terserang benda asing
maka jumlah leukosit dapat meningkat.
Praktikum anatomi fisiologi manusia kali ini adalah
pembuatan apus darah manusia menggunakan metode apus/ smear/
oles. Darah yang digunakan adalah darah manusia . Berdasarkan foto dari hasil pengamatan preparat apus
darah manusia dengan pewarnaan Giemsa diketahui bahwa preparat secara fisik
cukup baik, bersih, dan terwarna. Dapat terlihat adanya eritrosit dalam jumlah
banyak dan leukosit.
Eritrosit yang diamati berwarna agak bening transparan. Eritrosit
berbentuk bulat, dengan bentuk
seperti cekungan (cakram) pada sisi dalam (tengah) dan tak berinti. Leukosit ditunjukkan dengan sel yang memiliki inti berwarna ungu. Warna ungu disebabkan oleh inti
leukosit yang basa sehingga mudah menyerap zat warna giemsa. Leukosit yang
paling banyak dijumpai ialah neutrofil dan monosit berkisar antara 10-15%,
serta sedikit eosinofil dengan presentase kurang dari 5%. Presentase neutrofil memang paling banyak dalam darah, yaitu mencapai 50-70% dari jumlah leukosit yang
ada. Ditemukanya
leukosit dalam preparat apus darah menunjukkan bahwa pendonor sdang mengalami
sakit berkaitan dengan fungsi leukosit sebagai bentuk pertahanan tubuh manusia.
Preparat tampak rapat namun sel-selnya dapat teramati dengan baik karena
tidak bertumpuk, sehingga dapat dikatakan ketipisan apusan sudah cukup baik.
BAB V
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Apusan darah merupakan salah satu cara mengamati materi-materi yang ada dalam
darah baik materi padat materi cairnya. Materi padat terdiri dari sel darah
merah sel darah putih, keeping-keping darah. Setelah diamati menggunakan
mikroskop tampak butiran-butiran dari eritrosit seperti gambar dibawah ini:
Saat pewarnaan preparat menggunakan larutan Giemsa harus ditunggu sampai
kering terlebih dahulu baru dicuci dengan air mengalir sebab apabila belum
kering tetapi sudah dicuci maka ketika diamati menggunakan mikroskop maka darah
akan terlihat menggumpal. Eritrosit yang diamati berbentuk butiran-butiran
kecil berwarna merah dalam jumlah yang banyak dan pada bagian tengahnya seperti
terdapat lekukan.
Neutrofil adalah adalah bagian sel darah putih dari kelompok granulosit.
Bersama dengan dua sel granulosit lain: eosinofil dan basofil yang mempunyai
granula pada sitoplasma, disebut juga polymorphonuclear karena bentuk inti sel
mereka yang aneh. Granula neutrofil berwarna merah kebiruan dengan 3 inti sel.
Eosinofil merupakan sel darah putih bergranulasit yang berfungsi untuk
kekebalan tubuh. Limfosit adalah sejenis sel darah putih pada sistem kekebalan
makhluk vertebrata. Ada dua kategori besar limfosit, limfosit berbutiran besar
(large granular lymphocytes) dan limfosit kecil. Limfosit memiliki peranan
penting dan terpadu dalam sistem pertahanan tubuh.
Pada praktikum apusan darah yang tampak bagian eritrosit (sel darah merah)
dan leukosit . Sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang
berbentuk padat, ukuran partikelnya sangat kecil. Mengandung hemoglobin yang
berfungsi untuk mengikat oksigen. Eritrosit tampak berdiri sendiri dan berada
dalam sebuh cairan yang disebut dengan plasma darah yaitu cairan tempat seluruh
sel-sel darah. Untuk sel darah putih diantaranya limfosit, neutrofil dan juga
eosinophil. Dengan praktikum apusan darah dapat mengetahui bentuk-bentuk darah.
Diantara materi-materi padat darah terdapat cairan yang disebut dengan plama
darah.
DAFTAR PUSTAKA
Kadaryanto, S.Pd. dkk,
2007. Biologi 3 Megungkap rahasia alam kehidupan. Yudhistira. Jakarta.
Kadaryanto, S.Pd. dkk,
2004. Biologi 2 Megungkap rahasia alam kehidupan. Yudhistira. Jakarta.
Frandson, 1992. Anatomi
dan fisiologi ternak.gadjah mada university press.yogyakarta.
Kelley, R., 1995.
Histologi dasar . EGC. Jakarta.
Pearce, E.,2004.
Anatomi dan fisiologi manusia untuk paramedis. Gramedia pustaka utama.jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar